Apa Itu Stunting

Apa Itu Stunting
Apa Itu Stunting

Perkembangan definisi stunting mengalami perubahan seiring waktu. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak di bawah standar. Namun, pada tahun 2020, WHO memberikan definisi stunting sebagai tinggi badan anak yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) dari standar pertumbuhan WHO berdasarkan usia, yang disebabkan oleh kondisi yang tidak dapat diperbaiki akibat asupan nutrisi yang tidak memadai dan/atau infeksi kronis yang terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK).

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua balita yang pendek dapat dikategorikan sebagai stunting. Dokter anak perlu melakukan penilaian yang lebih mendalam untuk membedakan antara anak yang pendek secara sementara dengan anak yang mengalami stunting, walaupun anak yang mengalami stunting pasti memiliki tinggi badan yang pendek.

Stunting memiliki dampak yang signifikan di Indonesia, antara lain:

Dampak kesehatan:

  • Pertumbuhan terhambat, berat badan lahir rendah, pendek, kurus, serta hambatan perkembangan kognitif dan motorik.
  • Meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, penyakit jantung, dan lainnya pada masa dewasa.

Dampak ekonomi:

Potensi kerugian ekonomi yang signifikan setiap tahunnya, mencapai 2-3% dari Produk Domestik Bruto (GDP).

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya stunting, antara lain:

Asupan kalori yang tidak memadai:

  • Faktor sosio-ekonomi seperti kemiskinan.
  • Kurangnya pendidikan dan pengetahuan mengenai praktik pemberian makan pada bayi dan batita, termasuk kecukupan pemberian Air Susu Ibu (ASI).
  • Pentingnya protein hewani dalam makanan pendamping ASI (MPASI).
  • Penelantaran anak.
  • Pengaruh budaya dalam pola makan.
  • Keterbatasan ketersediaan bahan makanan di lingkungan sekitar.

Kebutuhan yang meningkat:

  • Kelainan bawaan jantung.
  • Alergi terhadap susu sapi.
  • Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah.
  • Kelainan metabolisme bawaan.
  • Infeksi kronis akibat kebersihan personal dan lingkungan yang buruk (misalnya, diare kronis) serta penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi (seperti tuberkulosis/TBC, difteri, pertusis, dan campak).

Stunting dapat dicegah dengan langkah-langkah berikut:

Pada remaja putri:

Melakukan skrining anemia dan mengonsumsi tablet tambahan darah.

Selama masa kehamilan:

Rutin memeriksakan kondisi kehamilan ke dokter, memenuhi asupan nutrisi yang baik, termasuk makanan sehat dan mineral seperti zat besi, asam folat, dan yodium.

Pada balita:

  • Menerapkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) untuk memulai pemberian ASI segera setelah bayi lahir.
  • Melakukan imunisasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
  • Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan dilanjutkan dengan MPASI yang sehat dan bergizi.
  • Memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan melakukan pemeriksaan ke dokter, Posyandu, dan Puskesmas secara berkala.
  • Menerapkan gaya hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan sebelum makan, menggunakan air bersih, memiliki sanitasi yang baik, dan lainnya.

Apabila ditemukan kasus masalah gizi, langkah-langkah berikut dapat dilakukan untuk mencegah stunting:

Melakukan surveilans gizi dan penemuan serta penanganan kasus melalui Posyandu dan Puskesmas.

Menggunakan layanan sekunder atau tersier yang melibatkan dokter spesialis anak atau gizi, serta memiliki sarana dan prasarana seperti klinik khusus tumbuh kembang.


Referensi:

Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela. ISSN 2088 - 270 X.

Atikah Rahayu, SKM, MPH; Fahrini Yulidasari, SKM, MPH; Andini Octaviana Putri, SKM, M.Kes; dan Lia Anggraini, SKM. 2018. Study Guide Stunting dan Upaya Pencegahannya. CV Mine Yogyakarta.

Next Post Previous Post